Kuta diguyur hujan satu hari ini. Tiada henti dimulai dari subuh tadi. Langit berwarna putih abu-abu hingga gelap menggulita. Suatu hari dimana langkanya tukang makanan di malam hari, karena mungkin mereka malas berjualan. apakah para pembeli yang malas membeli? Apakah mereka memilih memasak sendiri di rumah masing-masing? Karena itu para penjual malas berjualan? Ah sudahlah.
Di malam menjelang subuh disertai perut yang keroncongan, gw memutuskan untuk masak di rumah hari ini. Karena di jaman yang serba instant ini, bumbu nasi goreng instant menjadi jawaranya. Belum lagi perkumpulan makanan praktis ini beraneka ragam. Mulai dari yang di kaleng sampai yang bisa dimakan langsung.
Alhasil, karena tidak adanya mesin penanak nasi, gw memutuskan untuk membeli ke warung sebelah. Sekitar 50 meter. Dan gw pun menyalakan motor dan pergi mencari nasi putih hangat untuk dimasak menjadi nasi goreng. Sekitar 3 kedai yang tutup malam itu dan gw temukanlah sebuah warung padang yang buka 24 jam tak jauh dari sana juga. Gw pun parkir dan mulai terpana melihat rendang, semur, perkedel, paru. Terbesit di benak, apakah mereka ini yang akan menjadi makanan instant kami malam ini. Setelah beberapa kali mengusap wajah, tersadarlah gw dari hipnotis si rendang.
Akhirnya gw pun memesan 2 buah bungkus nasi kepada si bapak empunya. Sangat disayangkan bahwa nasi putih malam itu sudah mau habis, mungkin tinggal 5 porsi saja. Sedangkan disana sudah ada rombongan, mungkin bapak-bapak 'nakal' yang akan memesan juga. Ah, pupus sudah harapan menikmati nasi goreng berasap di kost sambil menikmati hujan.
Akhirnya karena si bapak terkesan baik karena beberapa kali kesana untuk membeli nasi putih, daun singkong dan kuah hanya dihargai 1 bungkus nasi putih saja. Alias lauknya gratis. Gw pun membeli rokok disana. 1 bungkus ClasMild. Karena baru saja mengambil uang di ATM, gw membayar dengan uang 50rb. Rokok seharga 17rb dan kembali 33rb. Karena mungkin stok uang disana tak banyak, si bapak menanyakan apakah gw punya uang 2rb. Mungkin agar kembaliannya bulat menjadi 35rb. Akhirnya gw pun mengeluarkan isi kantung receh gw. Apa yang terjadi?
Si bapak menolaknya dan mengatakan bahwa disana tidak menerima uang kecil alias recehan dengan nada arogan. Apakah itu mungkin logat orang padang apa memang si bapak arogant gw juga kurang mengerti. Terus gw nanya lagi, maksud perkataan si bapak yang mendapat tanggapan bahwa uang receh hanya berlaku di supermarket, tidak di warung miliknya. Mungkin si bapak sudah melakukan closing kasir atau tidak mau menyimpan recehan karena mengganggu penghitungan harian atau mingguan. Atau mungkin dia ingin menolak tapi dengan cara yang salah? Atau mungkin dia tidak level dengan uang receh? Ataukah dia memang arogant? Tapi kejadian tersebut membuat gw kapok untuk kesana dan tidak akan kembali lagi.
Tanpa pamit dan ucapan terima kasih gw pun pulang.
Tanpa makanan.
Dingin.
Hujan.
Kelaparan.
Emosi.
Martabak sisa menyelamatkan gw.
Tuhan memberkati. Terima kasih atas hujan hari ini
No comments:
Post a Comment